مينا
تخطى إلى المحتوى الرئيسي

المشاركات المكتوبة بواسطة Halo Muda

  • Halo Muda
  • السبت، 18 أكتوبر 2025، 3:20 AM

Perjalanan menuju Masjidil Aqsho bukan sekadar perjalanan fisik, tapi juga perjalanan batin. Seorang musafir dari Indonesia pernah berkata, “Aku datang ke Yerusalem bukan hanya untuk melihat masjid, tapi untuk menemuinya — rumah Allah سبحانه وتعالى yang selama ini hanya kukenal lewat doa.

Begitu pesawat mendarat di tanah suci Palestina, ada perasaan haru yang sulit dijelaskan. Langit tampak biasa saja, tapi udara terasa lebih dalam, lebih berat oleh makna. Dan ketika dari kejauhan tampak kubah perak yang berdiri megah, air mata jatuh tanpa bisa ditahan. Itulah Masjidil Aqsho, tempat yang selama ini disebut dalam setiap sujud dan doa.

Langkah Pertama di Bumi Penuh Berkah

Menapakkan kaki di pelataran Masjidil Aqsho seperti melangkah ke halaman sejarah. Setiap batu, setiap dinding, seolah berbicara. Burung-burung beterbangan di atas kubah, dan aroma tanahnya membawa kenangan ribuan tahun silam — tentang para nabi, para pejuang, dan doa yang tak pernah padam.

Ketika pertama kali menatap bangunan itu dari dekat, ada rasa campur aduk: kagum, terharu, tapi juga sedih. Karena di balik keindahan itu, kita tahu betapa berat perjuangan rakyat Palestina menjaga tempat ini tetap berdiri.

Di sekeliling masjid, tampak anak-anak Palestina berlarian. Mereka tersenyum, meski hidup di bawah bayang-bayang ketegangan. “Kami belajar dan bermain di sini,” kata seorang anak kecil sambil menunjuk ke arah Masjidil Aqsho. “Karena ini rumah kami, dan kami akan menjaganya.”

Masjidil Aqsho dan Doa yang Menyentuh Langit

Saat adzan berkumandang, gema suaranya mengguncang dada. Suara muadzin seolah menembus waktu — mengingatkan pada seruan yang sama yang pernah didengar para nabi.

Musafir itu bercerita, “Ketika aku berdiri untuk shalat di dalam Masjidil Aqsho, aku tidak bisa menahan tangis. Aku membayangkan Rasulullah ﷺ berdiri di sini sebelum naik ke langit dalam peristiwa Isra’ Mi’raj. Aku membayangkan para sahabat menatap tempat ini dengan cinta dan harapan. Dan aku merasa kecil, sangat kecil, di hadapan sejarah dan keagungan ini.”

Setiap rakaat terasa lebih dalam. Setiap sujud lebih lama. Karena di tempat ini, doa bukan hanya permohonan — ia menjadi dialog antara hamba dan Tuhannya di tanah yang diberkahi.

Keteguhan Rakyat Palestina di Sekitar Masjidil Aqsho

Namun di balik suasana damai itu, Masjidil Aqsho hidup dalam penjagaan penuh keteguhan. Di gerbangnya, para penjaga tua tersenyum pada setiap jamaah yang datang. Mereka tahu, setiap langkah menuju masjid ini adalah bentuk perjuangan.

“Setiap hari kami tidak tahu apakah besok masih bisa beribadah di sini,” ujar seorang pria tua yang menjaga pintu masjid. “Tapi kami percaya, Allah سبحانه وتعالى selalu menjaga rumah-Nya. Tugas kami hanya satu: tetap datang, tetap berdoa, tetap berharap.”

Kalimat itu sederhana, tapi menggetarkan. Karena di dunia yang sibuk mengejar dunia, masih ada orang-orang yang mempertaruhkan segalanya demi satu hal: cinta kepada Masjidil Aqsho.

Ketika Doa Panjang Akhirnya Dijawab

Setelah shalat, musafir itu duduk di halaman luar, memandangi langit sore Yerusalem yang mulai berwarna jingga. Ia menulis di jurnal perjalanannya:

“Aku pernah memohon bertahun-tahun agar diberi kesempatan ke sini. Aku pikir ini hanya perjalanan biasa, tapi ternyata ini perjalanan hati. Di sinilah aku belajar bahwa cinta kepada Allah سبحانه وتعالى dan Rasulullah ﷺ bisa membuat seseorang berjalan ribuan kilometer, hanya untuk bersujud sebentar di tanah suci ini.”

Ia menutup jurnalnya dengan air mata dan senyum. Karena baginya, Masjidil Aqsho bukan sekadar tempat — ia adalah jawaban dari doa panjang yang tak pernah berhenti diucapkan.

Masjidil Aqsho: Simbol Harapan bagi Dunia

Setiap orang yang datang ke Masjidil Aqsho membawa sesuatu pulang — bukan oleh-oleh, tapi perasaan damai dan keyakinan yang baru. Bahwa di tengah ketidakadilan dunia, masih ada cahaya yang tak bisa dipadamkan: iman.

Dan setiap kali seseorang bercerita tentang pengalaman di tempat ini, semangat itu menyebar. Anak muda yang mendengarnya mulai menaruh rasa peduli. Jamaah yang membaca kisahnya mulai berdoa lebih sering. Dunia mungkin tak bisa berubah seketika, tapi doa yang terus naik ke langit adalah awal dari segala perubahan.

Penutup: Cinta yang Tak Berujung untuk Masjidil Aqsho

Malam terakhir di Yerusalem terasa hening. Angin berhembus lembut melewati menara dan pepohonan zaitun. Di bawah cahaya bulan, Masjidil Aqsho berdiri tegak — damai, meski dikelilingi dunia yang bising.

Musafir itu menatapnya lama sebelum pulang. Ia berbisik pelan, “Aku akan kembali.”

Dan entah mengapa, di hatinya ada keyakinan kuat bahwa ia tidak sendiri. Jutaan umat Islam di seluruh dunia punya doa yang sama — doa agar Masjidil Aqsho tetap terjaga, tetap bercahaya, dan tetap menjadi simbol keteguhan iman sampai akhir zaman.